Nama
: Mikhael Kristian
Kelas : 2EB20
NPM : 24210401
Yusril
mengatakan, selama ini aturan-aturan perbankan sudah memberikan jalan untuk
mengatasi masalah dalam restrukturisasi perbankan, walaupun belum sampai pada
tingkat UU. Namun menurut Yusril, dalam beberapa UU tertentu, diatur pula
ketentuan restrukturisasi mengenai kredit. "Misalnya dalam UU Kepailitan.
Dalam prakteknya hal tersebut sudah berjalan," ujar Yusril.
Yusril
berpendapat, kita perlu mempersiapkan suatu kerangka peraturan
perundang-undangan yang tidak saja mengatur mengenai restrukturisasi, tapi juga
mengatur mengenai likuidasi perusahaan. Untuk itu, harus menyertakan
pihak-pihak terkait dalam pembahasan bersama.
Menurut
Yusril, Depkeh dan HAM sendiri yakin, tidak mungkin menyelesaikan
masalah-masalah ekonomi jika tidak secara bersamaan membenahi aspek-aspek
hukumnya. Saat ini, menurut Yusril, pihaknya tidak hanya membahas
masalah-masalah yang berkaitan dengan
pengadilan dan HAM, tapi juga aspek-aspek hukum ekonomi.
Yusril
mencontohkan, saat ini DPR dan Depkeh
tengah membahas 3 RUU tentang HaKI. Ia berharap, untuk mengatasi
masalah-masalah ekonomi ke depan,
pembangunan ekonomi dapat sejalan dengan pembangunan hukum. Hal ini bertolak
dari pengalaman masa lalu di mana pembangunan ekonomi tidak ditopang oleh aspek
hukum yang kuat, sehingga menimbulkan krisis di bidang ekonomi.
Peraturan
baru perbankan
Saat
ditanya apakah Depkeh dan HAM akan mengeluarkan peraturan baru di bidang
perbankan, Yusril mengemukakan bahwa
peraturan di bidang perbankan sudah ada dan sudah cukup. Namun menurut
Yusril, memang kemungkinan akan ada pengaturan terhadap aspek yang lebih
khusus, yaitu tentang restukturisasi kredit dan likuidasi perusahaan hingga
suatu perusahaan akan jelas aspek-aspek hukumnya dalam menghadapi kredit-kredit
macet.
Menurut
Yusril, apabila suatu perusahaan mengalami kredit macet atau hal-hal yang
membuat perusahaan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, tidak dapat
begitu saja dipailitkan. "Tetapi harus dilakukan suatu kajian secara
hukum," ujarnya.
Lebih
jauh Yusril menjelaskan bahwa harus dipikirkan aspek lebih jauh, jangan sampai
ketika mempailitkan suatu perusahaan, dampaknya akan berkepanjangan.
"Tidak saja berdampak pada tenaga kerjanya, tapi juga kemungkinan besar
utang-utang perusahaan tersebut tidak dapat dibayar," ujarnya.
Yusril
berpendapat, apabila suatu perusahaan dapat diselamatkan melalui
restrukturisasi utang atau penyertaan modal bank pada perusahaan, itu masih
memberikan peluang kepada perusahaan untuk berkembang. "Sehingga, tenaga
kerjanya tidak terlantar dan utang-utangnya bisa dibayar. Diperlukan suatu
landasan hukum untuk menjamin proses restrukturisasi hutang," ujar Yusril.
Yusril
menyatakan bahwa untuk permasalah teknis, Depkeh hanya dapat turun tangan dalam
masalah tersebut sampai pada mempersiapkan perangkat-perangkat hukum dan
peraturan pelaksanaannya sejauh yang diperlukan. Alasannya, bisa saja tidak
diperlukan suatu peraturan dan perangkat hukum dari Depkeh, tapi dapat diatur
dengan kontrol sosial dari masyarakat.
Tidak
perlu rekonsiliasi
Yusril
juga memberikan pandangannya berkaitan dengan masalah BLBI (Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia). Tim kerja penyelesaian masalah BLBI masih mempunyai 10 hari
lagi sampai 10 November 2000 untuk merumuskan kriteria BLBI. Kabarnya, jika
dalam rentang waktu tersebut persamaan pendapat tidak tercapai, penyelesaiannya
akan diambil alih oleh DPR. Ada juga beberapa pihak yang mengusulkan
rekonsiliasi pendapat antara keduanya.
Yusril
berpendapat, tidak perlu ada rekonsiliasai perihal perbedaan persepsi BLBI
antara Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan (Depkeu). Karena menurutnya,
suatu rekonsiliasi itu dilakukan jika terjadi suatu pemisahan. "Saya tidak
melihat sampai sejauh itu (rekonsiliasi, red). Yang diperlukan adalah
menjembatani masalah-masalah yang ada antara Depkeu dengan BI dalam
penyelesaian masalah BLBI," ujar Yusril.
Lebih
lanjut Yusril mengatakan bahwa mengenai masalah perbankan khususnya BLBI,
dilihat dari apek peraturanya sudah cukup jelas. "Akan tetapi, yang jadi
masalah adalah bagaimana merumuskan suatu kebijakan bersama dan bagaimana
menyelesaikan masalah yang dihadapi bersama," ungkapnya.
Bahwa
saat ini tertajadi perbedaan pandangan dan pendapat, menurut Yusril, itu adalah
hal yang wajar. Terlebih lagi BI saat ini, berdasarkan UU No. 23 tahun
1999, merupakan suatu badan independen
yang lepas dari pemerintah. "Bahkan dari segi hukum tata negara,
seakan-akan menempatkan BI sebagai suatu lembaga tinggi negara yang baru
walaupun sebenarnya bukan demikian," katanya.
Menurut
Yusril, dalam menjalankan tugas-tugas utamanya dalam menjamin stabilitas
moneter, BI tidak bisa bekerja sendiri. Pasalnya, situasi di bidang moneter
tidak saja dipengaruhi faktor ekonomi, tapi juga faktor non-ekonomi dan
kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah di dalam negeri serta kaitannya dengan
pihak-pihak luar. "Jadi memang semua pihak harus melihat permasalahan
secara proporsional," kata Yusril.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar