Nama : Mikhael Kristian
Kelas : 2eb20
NPM : 24210401
Liputan6.com,
Jakarta: Dualisme penyelesaian secara hukum
(litigasi) dalam sengketa ekonomi syariah yang bisa ditangani Pengadilan Agama
maupun Pengadilan Umum dikhawatirkan membuat kegamangan bagi kepastian hukum
ekonomi syariah di masa mendatang. Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Bank
Syariah Indonesia (ASBISINDO) Dr. H. A. Riawan Amin, M.Sc. usai seminar
"Penyelesaian Hukum Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia", yang
diselenggarakan Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI),
Jakarta, Sabtu (18/6).
Riawan
Amin berpendapat seharusnya penyelesaian masalah melalui Badan Arbritase
Syariah Nasional (Basyarnas) bisa dimaksimalkan. Menurutnya, Badan itu bisa
menjadi alternatif untuk menghindari persengketaan melalui musyawarah untuk
mufakat. Namun, Ia mengingatkan, jika masalah itu memasuki wilayah persengketaan
maka Pengadilan Agamalah yang berhak menanganinya sesuai dengan UU tentang
Peradilan Agama No. 50/2009 yang menyempurnakan UU No. 3/2006.
Selain
itu, Riawan menambahkan, Mahkamah Agung juga telah banyakmenginvestasikan
pengembangan sumber daya dengan mengadakan pelatihan serta mengirimkan sejumlah
hakim agama keluar negeri guna mempelajari berbagai kasus yang menyangkut
ekonomi syariah. Karenanya, mantan Direktur Bank Muammalat itu mengimbau agar
Bank-bank Syariah ikut mendukungnya, termasuk membawa masalah yang berkenaan
dengan ekonomi syariah ke peradilan agama bukan peradilan umum.
Mengenai
adanya kesangsian publik atas kemampuan mengatasinya, Riawan meminta agar semua
pihak memberikan kesempatan kepada peradilan agama untuk berkembang dengan
berlatih menghadapi berbagai kasus. Ia mengingatkan pernyataannya bukanlah
keberpihakan namun juga harus dilihat dari kelayakannya. Jika sengketa ekonomi
syariah dibawa ke pengadilan umum, mungkin saja hakimnya lebih paham tentang
masalah niaga tetapi apakah mereka paham tentang syariah? Begitu juga
sebaliknya. "Proporsional saja, mana yang lebih diprioritaskan bisnisnya atau
syariahnya?" ujar Riawan.
Hakim
Utama Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Drs. H. Khalilrrahman, MH. MBA,
berpendapat diperlukan kejelasan pembagian pangaturan dalam sistem peradilan,
terutama jika menyangkut masalah hukum ekonomi syariah seharusnya diselesaikan
di pengadilan, hakim dan cara sesuai syariah. Menurutnya, beberapa masalah
hukum yang ditangani pengadilan agama saat ini tidak hanya masalah perkawinan
dan warisan saja, melainkan juga masalah ekonomi. Bahkan, banyak beberapa
masalah yang diputuskan cukup memuaskan masyarakat.
Staf
ahli Komisi III yang membidangi masalah hukum, Deni Hariyatna, MH. berpendapat
keluarnya UU Perbankan Syariah No 21 tahun 2008 merupakan masa transisi bagi
Peradilan Agama untuk mempersiapkan menyiapkan baik sumber daya maupun
sistemnya lebih baik lagi ke depan. Dalam UU itu pada pasal 55 ayat 22
menyebutkan penyelesaian sengketa memang bisa dilakukan melalui musyawarah,
mediasi perbankan, melalui Basyarnas dan a/atau melalui pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum. Menurutnya, perlu ada peran aktif masyarakat jika
ingin mengajukan keberatan atas keluarnya dua UU tersebut jika dianggap tumpang
tindih.
Sementara
Ketua HISSI Prof. Amin Summa berharap seluruh pihak bisa mencari solusi terbaik
dalam menuntaskan dualisme dalam penyelesaikan sengketa hukum ekonomi syariah.
Kendati demikian, pihaknya belum berpikir untuk melakukan judicial review karena
seminar yang diselenggarakan saat ini baru sebatas mendiskusikan masalah
tersebut dengan berbagai kalangan dalam forum.(YUS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar