Nama : Mikhael Kristian
NPM : 24210401
Kelas : 2EB20
Awal
perseteruan APT dan BFI adalah perjanjian gadai saham yang ditandatangani pada
1 Juni 1999. Perjanjian gadai ini adalah tindak lanjut pemberian fasilitas
kredit (financial leasing agreeement)
yang diberikan BFI kepada Ongko Group, dimana APT berkedudukan sebagai
penjamin. BFI menerima jaminan dari APT berupa gadai 111.804.732 lembar saham.
Perjanjian gadai itu ditandatangani 1 Juni 1999 dan berlaku sampai 1 Desember 2000.
APT
menilai BFI telah melakukan perbuatan melanggar hukum ketika mengalihkan saham
tersebut kepada pihak ketiga, sementara perjanjian gadai sahamnya telah
berakhir. Di sisi lain, BFI beranggapan bahwa mereka berhak untuk mengalihkan
saham tersebut lantaran sudah memberitahukan mengenai perpanjangannya ke APT.
Selain memang masih tanda tanya, apakah utang Ongko Grup ke BFI sudah dibayar
lunas atau belum?Berdasarkan KUHPerdata, mengingat gadai sifatnya accesoir dari perjanjian pokok, tentu
tidak bisa dikatakan gadai berakhir
selama utang pokoknya belum dilunasi.
Untuk
memperjelas status perjanjian gadai ini, salah satu pihak yang berperkara
(tergugat II)--The Chase Manhattan Bank (sekarang Chase JP Morgan,red)�sebenarnya sudah mencoba menarik
kantor pengacara Hadiputranto Hadinoto and Partners (HHP) ke perkara ini
sebagai tergugat insidentil. Pasalnya, HHP lah yang menyusun draf perjanjian
gadai saham antara APT dan BFI yang akhirnya berujung sengketa itu.
PDD
Dermawan, kuasa hukum Chase, dalam permohonannya mengatakan, pertimbangan
memasukkan HHP sebagai pihak dalam perkara ini adalah untuk menjelaskan bahwa
dokumen yang dirancangnya adalah sah dan berlaku menurut hukum.
Keterangan
saksi ahli di perkara ini juga menyatakan keanehannya terhadap perjanjian gadai
ini. Prof. Nindyo Pramono yang menjadi saksi ahli, mengaku bingung ketika
melihat ada klasula pengakhiran perjanjian gadai saham yang tidak diikuti
dengan selesainya perjanjian pokoknya, yaitu hutang piutang antara BFI dengan
Grup Ongko.
Menurut
dosen dari Universitas Gadjah Mada ini, seharusnya perjanjian gadai saham yang
ia persepsikan sebagai jaminan terhadap hutang Ongko Grup, yang nilainya
mencapai AS$100 juta belum akan berakhir selama hutangnya belum lunas. Artinya,
lanjut dia, tidak masuk akal sebagai turunan dari perjanjian pokok, apabila
perjanjian gadai saham tidak mengikuti perjanjian pokoknya.
Sebagai
anak perusahaan Ongko Grup, APT memang telah menjaminkan kepemilikan sahamnya
ke BFI. Bahkan dalam salah satu klausulnya, BFI diberikan kewenangan untuk
mengalihkan saham-saham APT, kalau sampai hutang Ongko Grup yang belum juga
terlunasi.
Sayangnya,
permohonan Chase, ditolak majelis hakim. Alasannya, menurut majelis PN Jakpus
yang diketuai Sylvester Djuma, pihak Chase terlambat memasukkan permohonan
tersebut, karena proses pemeriksaan perkaranya sudah sampai pada tahap jawaban.
Lebih
jauh majelis hakim mengatakan, kalaupun Chase tidak puas dengan penetapan
majelis, sebaiknya memasukan saja gugatan baru untuk meminta pertanggungjawaban
HHP.
Sampai
berita ini diturunkan, hukumonline
belum berhasil memperoleh konfirmasi dari pihak HHP.
Perjanjian
perdamaian
Hal
lain yang menarik di perkara BFI ini adalah berkenaan dengan proses Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada pertengahan 2000, BFI mengajukan PKPU
ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Untuk mengakhiri PKPU tersebut, BFI
mengajukan rencana perdamaian yang salah satu isinya pengalihan saham yang digadaikan
dari BFI kepada kreditur-krediturnya.
Nyatanya,
mulai dari proses PKPU, pengumuman, sampai dengan pengesahan (ratifikasi)
rencana perdamaian, tidak pernah ada keberatan dari APT. Bahkan, dalam surat
tertanggal 11 Mei 2001, BFI mengirimkan surat pemberitahuan yang isinya
menginformasikan bahwa saham-saham yang digadaikan telah dialihkan kepada The
Law Debenture Trust Corporation Plc. Lagi-lagi selaku pihak yang
berkepentingan, tidak ada tanggapan dari APT perihal surat yang dikirimkan BFI
itu.
Lebih
jauh, Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum BFI, mengatakan kalaupun APT mengajukan
gugatan, lebih pas diajukan ke Pengadilan Niaga. Selain karena BFI telah
melalui proses PKPU di Pengadilan Niaga, berdasarkan Undang-undang Kepailitan,
turunan dari perkara kepailitan dan PKPU juga menjadi kewenangan Pengadilan
Niaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar