Powered By Blogger

Kamis, 29 September 2011

JENIS DAN BENTUK KOPERASI


JENIS DAN BENTUK KOPERASI
PENJENISAN KOPERASI
Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk pengelompokan koperasi. Untuk memisah –misahkan koperasi yang serba heterogen itu satu sama lainnya. Indonesia dalam sejarahnya menggunakan berbagai dasar atau criteria seperti: lapangan usaha,tempat tinggal para anggota,golongan dan fungsi ekonominya. Pemisahan-pemisahan yang menggunakan berbagi criteria tersebut selanjutnya disebut dengan penjenisan.
Penjelasan Penjenisann Koperasi:
1. Dasar penjenisan adlah kebutuha dari dan untuk maksud efisiensi karena kesamaan aktivitas atau keperluan ekonominya
2. Koperasi mendasarkan perkembang pada potensi ekonomi daerah kerjannya.
3. Tidak dapat dipastikan secara umum dan seragam jenis koperasi yang mana yang diperlukan bagi setiap bidang. Penjenisan koperasi seharusnya diadakan berdasarkan kebutujan dan mengingat akan tujuan efisiensi.
Bermacam-macam jeniis Koperasi baik tingkat primer maupun tingkat sekunder mulai bermunculan pada era 1970-an,seperti:
1. Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN)
2. Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK)
3. Koperasi Asuransi Indonesia (KAI)
4. Koperasi Unit Desa (KUD)
5. Koperasi Jasa Audit
6. Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI)
7. Koperasi Distribusi Indonesia (KDI)
BENTUK KOPERASI
Koperasi menurut UU No.25 tahun 1992 pasal 15 “Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.”
Bentuk Koperasi menurut PP No.60 tahun 1959:
Dalam PP No.60 tahun 1959 (pasal 13 bab IV) dikatakan bahwa bentuk kopeasi ialah tingkat-tingkat koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan,penggabungan dan perindukannya.
Dari ketentuan tersebut,maka didapat 4 bentuk koperasi,yaitu:
a. Primer
b. Pusat
c. Gabungan
d. Induk
Keberadaan dari koperasi-koperasi tersebut dujelaskan dalam pasal 18 dari PP 60/59,yang mengatakan bahwa:
a. Ditiap-tiap desa ditumbuhkan Koperasi Desa
b. Ditiap-tiap daerah Tingkat II ditumbuhkan Pusat Koperasi
c. Ditiap-tiap daerah Tingkat I ditumbuhkan Gabungan Koperasi
d. Di IbuKota ditumbuhkan Induk koperasi
Bentuk koperasi menurut UU No.12 tahun 1967:
Undang-undang No.12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok perkoperasian masih mengaitkan bentuk-bentuk koperasi iyu dengan wilayah administrasi pemerintahan (pasal 16) tetapi tidak secara ekspresif mwngatakan bahwa kooperasi pusat harus berada di IbuKota Kabupaten dan Koperasi Gabungan harus berada ditingkat Propinsi.
Pasal 16 butir (1) Undang0undang No.12/1967 hanya mengatakan: daerah kerja koperasi Indonesia pada dasarnya.didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi.
Koperasi Primer
Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. Koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 orang.
Yang termasuk dalam koperasi primer adalah:
a. Koperasi Karyawan
b. Koperasi Pegawai Negeri
c. KUD
Koperasi Sekunder
Koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi. Koperasi sekunder dibentuk sekurang-kurangnya 3 koperasi.
Yang termasuk dalam koperasi sekunder adalah:
a. Induk-induk koperasi

SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA

 
SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Perekonomian disusun sebagai usah besama berdasarkan atas asas kekeluargaan” Pasal 33 ayat 1 UUD 1945.
Bangsa Indonesia sendiri telah lama mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan, yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan-kebiasaan tersebut, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi. Kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah Arisan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, paketan, mitra cai dan ruing mungpulung daerah Jawa Barat, kerja sama pengairan yang terkenal dengan Subak untuk daerah Bali, dan Julo-julo untuk daerah Sumatra Barat merupakan sifat-sifat hubungan sosial, dan menunjukkan usaha atau kegiatan atasdasar kadar kesadaran berpribadi dan kekeluargaan. Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.
Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah wajah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjajdi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Sistem ekonomi kapitalis / liberal memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.
Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart. Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori Koperasi Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark. Denmark menjadi Negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi. Kemajuan industri di Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat sendiri koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Sedangkan di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi, maka berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu :
(i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD;
(ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan
(iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia sendiri mengalami pasang surut dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Pertumbuhan koperasi Indonesia yang dipelopori Patih Purwokerto R.Aria Wiriatmadja bergerak pada bidang simpan pinjam. Akan tetapi untuk memodali kegiatan tersebut beliau menggunakan uang sendiri dan kas masjid(Djojohadikoesoemo,1940).Setelah beliau tahu hal itu dilarang ,maka uang kas masjid dikembalikan secara utuh .
Kegiatan koperasi simpan pinjam kemudian dikembangkan oleh De Wolf Van Westerrode assisten residen Wilayah Purwokerto di Banyumas.
Setelahnya pada tahun 1908 Budi Oetomo berdiri. Organisasi ini menganjurkan koperasi untuk Rumah Tangga. Begitu pula SDI(Serikat Dagang Islam) yang mengembangkan koperasi untuk kebutuhan sehari hari.
Pada tahun 1918 K.H. Hasyim Asyari mendirikan koperasi bernama Syirkatul Inan(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Organisasi bertekad dengan kelahiran koperasi ini sebagai periode “Nahdlatuttijar”.Oleh karena itu maka 2 tahun kemudian dibentuklah “Komisi Koperasi”yang dipimpin oleh DR.J.H Boeke untuk meneliti kebutuhan masyarakat Bumi Putera dalam berkoperasi. Akhirnya DR.J.H Boeke ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yng pertama. Perkembangan setelah berdirinya Jawatan koperasi tahun 1930,koperasi berkembang sangat pesat
Secara teoritis sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian, dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu, ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external yang timbul di sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Koperasi juga dapat dilihat sebagai wahana koreksi oleh masyarakat pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan kegagalan pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempurnaan pasar.
Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Sampai dengan bulan November 2008, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 117.600 unit lebih. Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.
“Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”.
Dengan adanya peningkatan teknologi tersebut, apalagi di era globlisasi teknologi ini, kegiatan kopersi semakin lebih mudah. Para anggotanya bisa melakukan transaksi secara/via Online dengan bantuan berbagai software yg mendukun kegiatan transaksi itu sendiri. Bukan itu saja, koperasi itu sendiri semakin mudah saja untuk memperluas jaringannya. Dengan begitu Perkembangan koperasi di Indonesia semakin pesat dan menjalar sampai ke pedesaan. Dengan begitu akan tercapai cita-cita Koperasi dan bangsa Indonesia, yakni mensejahterahkan anggota pada khususnya dan mensejahterakan masyarakat pada umumnya.

www.gunadarma.ac.id

Senin, 23 Mei 2011

BAB 13 NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI

Neraca Pembayaran
            Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
1.     Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2.     Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.


Arus Modal Masuk
            ARUS modal asing bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar. Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi.Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.

Utang Luar Negeri
                        Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya.

            Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan. Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yae 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.

            Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya (Anggito Abimanyu. XXXX:8).

            Meningkatnya pertumbuhan investasi di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.1/tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6/tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan di Indonesia.

            Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal (Zulkarnaen Djamin, 1996: 26).

            Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa utang luar negeri turut mendukung terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan tahun XXXX. Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.

                        Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi. Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli XXXX meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.

            Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya (Hady Hamdy, XXXX: 42).
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul â€Å“Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.

SUMBER DATA :
http://www.seo4shared99design.co.cc/2010/08/makalah-analisis-pengaruh-utang-luar.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca_pembayaran

http://makmunr.blogspot.com/2010/12/manfaat-modal-asing-lebih-besar.html

BAB 12 KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI


10.1 Teori Perdagangan Internasional

TEORI KLASIK

Absolute Advantage dari Adam Smith
            Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )

            Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.

            Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Comparative Advantage : JS Mill
            Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar ). Karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative Advantagenya.
Besarnya comparative advantage untuk Amerika , dalam produksi gandum 6 bakul disbanding 2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1. Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6 bakul dari Amerika atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau = 3/5: 1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of Trade ) ditentukan dengan batas - batas nilai tujar masing - masing barang didalam negeri.

            Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO

1. Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
            Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.

            Indonesia memiliki keunggulan absolute dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika Negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan Cost Comparative advantage efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula ( atau hari kerja ) daripada produksi 1 meter kain ( hari bkerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 m kain ( hari kerja ) daripada produksi 1 Kg gula ( hari kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

2. Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)
            Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif

            Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.

            Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
1.     Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
2.     Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
3.     Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
4.     Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.

            Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.

            Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

TEORI MODERN

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1.     Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2.     Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

A. The Proportional Factors Theory

            Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.

Analisis teori H-O :
a       Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b       Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
c       Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
d       Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya

            Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

B. Paradoks Leontief
            Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :
a.      Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b.     Tariff and Non tariff barrier
c.      Pebedaan dalam skill dan human capital
d.     Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam

            Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.

C. Teori Opportunity Cost
            Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost.

D. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
            Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.

            Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.

10.2 Perkembangan Ekspor Indonesia

            Nilai ekspor Indonesia September 2009 mencapai US$9,83 miliar atau mengalami penurunan sebesar 6,75 persen dibanding ekspor Agustus 2009. Sementara bila dibanding September 2008 mengalami penurunan sebesar 19,92 persen. Ekspor nonmigas September 2009 mencapai US$8,13 miliar, turun 8,58 persen dibanding Agustus 2009 sedangkan dibanding ekspor September 2008 menurun 17,25 persen. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-September 2009 mencapai US$80,13 miliar atau menurun 25,57 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, sementara ekspor nonmigas mencapai US$68,11 miliar atau menurun 18,21 persen. Penurunan ekspor nonmigas terbesar September 2009 terjadi pada lemak & minyak hewan/nabati sebesar US$417,7 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$207,5 juta. Ekspor nonmigas ke Jepang September 2009 mencapai angka terbesar yaitu US$1,09 milyar, disusul Amerika Serikat US$850,4 juta dan Cina US$704,3 juta, dengan kontribusi ketiganya mencapai 32,51 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa ( 27 negara ) sebesar US$1,11 miliar. Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari-September 2009 turun sebesar 25,46 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, demikian juga ekspor hasil pertanian 10,72 persen, sebaliknya ekspor hasil tambang dan lainnya naik sebesar 25,46 persen.

10.3 Tingkat Daya Saing

            Peringkat daya saing Indonesia meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010 daya saing Indonesia menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada 2009 di peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global yang kian kompetitif ini.

            Sebagai masyarakat Indonesia, pastinya bangga dan bahagia dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing di arena global. Dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF) sebagai kick off atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September 2010 diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144 negara dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009. Meningkatnya daya saing Indonesia di arena global tersebut, harus diakui tidak lepas dari peranan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yang dipimpin Mari Elka Pangestu, putri seorang ekonom kondang J. Panglaykim. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang merupakan Doktor ekonomi jebolan University of California AS ini memang cukup diandalkan, khususnya dalam mendongkrak kinerja perdagangan nasional maupun internasional. Menurut Mendag ada beberapa faktor yang membuat Indonesia mengalami kenaikan peringkat. Kenaikan peringkat ini terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang sehat dan perbaikan pada indikator pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia semakin membaik sebagaimana diukur oleh Global Competitiveness Index 2009-2010. “Kondisi makro ekonomi Indonesia semakin membaik. iklim usaha di Indonesia sudah menunjukkan perbaikan, yakni mulai dari stabilitas makro, politik, dan pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan hasil positif,” ungkap Mendag Mari Elka Pangestu.

            Kita akan memperluas pasar dan memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya mengiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI ). Keberhasilan kenaikan posisi daya saing Indonesia itu terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa pilar dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labour Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation. WEF sebagai forum yang menjadi acuan para pebisnis mancanegara melihat kinerja Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa bidang, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58, tingkat tabungan nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35 menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak perpajakan, yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business sophistication juga meningkat, yaitu local supplier quantity dari 50 menjadi 43, value chain breadth dari 35 menjadi 26, control of international distribution dari 39 menjadi 33, dan production process sophistication dari 60 menjadi 52.

            Dalam penilaian WEF, peringkat kondisi infrastruktur di Indonesia mengalami penurunan, kendati tidak signifikan. Tahun sebelumnya peringkat infrastruktur Indonesia berada di poisisi 53, namun tahun ini menjadi peringkat 55. Seiring menurunnya peringkat infrastruktur Indonesia, maka Pemerintah melalui jajaran Kementerian terkait, termasuk Kementerian Perdagangan RI berkomitmen untuk terus mengupayakan peningkatan daya saing bangsa melalui konten teknologi dan pembenahan sarana infrastruktur. Untuk itu, pemerintah akan terus mengundang investor agar berperan serta dalam Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS/PPP) dan membangun sarana teknologi serta infrastruktur. “Iklim investasi di Indonesia saat ini sangat kondusif, nilai tukar rupiah sudah cukup stabil, dan didukung oleh mudahnya akses permodalan,” ujar Mendag. Selain itu, dalam kebijakan fiskal, pemerintah juga terus memberikan insentif guna merangsang para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah telah memberikan insentif aktif dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah, `tax allowance` dan `tax holiday`. Dan terus menata usaha intensifikasi dan ekstensifikasi untuk menghasilkan edukasi baik. “Dengan kebijakan tersebut, diharapkan pemerintah dapat membenahi infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan laut, serta pelabuhan udara menjadi lebih kompetitif,. Dengan semakin membaiknya infrastruktur, maka daya saing Indonesia nantinya dapat lebih baik lagi” ujar Mendag. Pernyataan Mendag juga dibenarkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Menko Perekonomian mengatakan bahwa peringkat daya saing Indonesia pada tataran global dapat lebih ditingkatkan lagi apabila sarana dan prasarana infrastruktur dapat cepat dibenahi. “Peringkat 44 itu, sebetulnya masih bisa lebih baik lagi kalau memang infrastruktur kita cepat dibenahi dan dibutuhkan kerja keras,” ujar Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. Selain konsen pada pembenahan infrastruktur, pihak Kementerian Perdagangan RI pun terus mendorong produk dalam negeri agar bisa bersaing di pasar lokal maupun ekspor. “Kita akan memperluas pasar dan memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya mengiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI),” papar Mendag Mari Elka Pangestu. Karena itu, Mendag berharap kalangan pelaku usaha agar memanfaatkan fasilitas yang ada dalam kerja sama perdagangan yang telah disepakati Indonesia dengan mitra dagang. Kini, daya saing Indonesia di tingkat global membaik, dan harus terus ditingkatkan. Kemendag akan terus melanjutkan reformasi kelembagaan, termasuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Dengan demikian daya saing perekonomian Indonesia yang membaik, akan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan,”ujar Mendag Mari Elka Pangestu.
Meningkatnya daya saing Indonesia di tataran dunia memang sangat membanggakan. Namun, penilaian positif daya saing Indonesia dari Forum Ekonomi Dunia (WEF) tersebut jangan sampai membuat pemerintah Indonesia menjadi lengah. Boleh jadi, peringkat daya saing Indonesia ditataran dunia saat ini lebih unggul dari sejumlah negara, seperti Portugal yang berada di peringkat 46, Italia peringkat 48, India (51), Afrika Selatan (54), Brazil (58), Turki (61), Rusia (63), Mexico (66), Mesir (81), Yunani (83), dan Argentina (87). Demikian pula di tingkat ASEAN, daya saing Indonesia lebih baik dibanding peringkat Vietnam (59), Filipina (85), dan Kamboja (109). Namun, jadi catatan penting bahwa peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah Singapura yang berada di peringkat 3, Malaysia peringkat 26, Brunei peringkat 28, dan Thailand di peringkat 38. “Kita tetap tidak boleh lengah meski daya saing kita meningkat. Kenaikan indeks daya saing ini hanyalah sebagai salah satu
parameter angka yang bisa berubah-ubah. Kita harus lebih giat lagi dan bekerja keras, agar hasilnya juga lebih baik lagi,” harap Mendag. Dengan peningkatan daya saing ini semestinya dijadikan tantangan bagi Bangsa Indonesia umumnya, dan bagi Kemendag khususnya, dalam melanjutkan reformasi birokrasi guna mendukung iklim investasi yang kondusif, menghilangkan faktor penyebab ekonomi biaya tinggi, dan mendorong investor menanamkan modalnya di dalam negeri.

            “Kenaikan peringkat daya saing Indonesia tahun ini sesungguhnya merupakan sinyal positif bagi dunia usaha untuk menanamkan dan meningkatkan investasinya di dalam negeri. Investasi akan dipastikan berlabuh di negara-negara yang memiliki potensi keuntungan dan daya saing tinggi,” ujar Mendag. Dengan membaiknya peringkat daya saing Indonesia ini, tentu upaya untuk memenangkan persaingan dengan negara- negara tetangga dalam menarik penanaman modal asing (PMA) sekaligus mendorong penanaman modal dalam negeri (PMDN) menjadi lebih terbuka, meski tidak ringan. Namun, pemerintah harus tetap optimis, semoga Bangsa Indonesia memiliki daya saing yang lebih baik lagi di masa-masa mendatang.


SUMBER DATA ::
http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/

http://www.bps.go.id/brs_file/exim-02nov09.pdf