Nama : Mikhael Kristian
NPM : 24210401
Kelas : 4 EB 20
1.
Governance
System
Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara
hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung
pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau
berbuat buruk karena bisikan suara hatinya ( consience of man ).
Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru,
pemimpin dan lain – lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat
kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain – lain. Kesusilaan berasal
dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar
kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan
lain – lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri
sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan
adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak
luar, dalam pergaulan sehari – hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain –
lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian,
kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan ( masyarakat, pemerintah, bangsa dan
negara ). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit.
Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah ), maka kesopanan
dititik beratkan kepada sikap lahir ( lahiriah ) setiap subyek pelakunya, demi
ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya
akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society,
group, govern dan lain – lain ), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah,
berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat
celaan di tengah – tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya
dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah
yang ada dan hidup dalam masyarakat ). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak
luar oleh karena itu bersifat heretonom.
Khususnya
dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental
etika-nya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara
ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika
Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa
yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus
dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis
itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
2.
Budaya
etika
Pendapat
umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini
adalah budaya etika.
Bagaimana budaya etika diterapkan ?
Tugas manajemen puncak adalah
memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua
tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga
lapis yaitu :
a.
Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang
ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi
baik di dalam maupun di luar perusahaan.
b.
Menetapkan program etika;
Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang
dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya
pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
c.
Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui
suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan
direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan
untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal
melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai
dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya
pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik
sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan
cepat.
4.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Dalam
hal ini, Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main
yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun
aturan moral atau etika. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan
perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
5.
Evaluasi
terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh etika terhadap budaya:
1.
.Etika Personal dan etika bisnis
merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling
melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi
perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.
Jika etika menjadi nilai dan
keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut
berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi
menjadi sarana peningkatan kerja.
Opini saya :
Etika
Pemerintahan adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Khususnya dalam
masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etika-nya di
dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan
kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan
sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat
pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam
rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah
indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar